Halaman

Rabu, 29 April 2015

narkoba, membunuh generasi muda Indonesia sebelum lahir

Narkoba, Membunuh Generasi Muda Indonesia Sebelum Lahir


Kita, bangsa dan rakyat Indonesia, nyaris tiap hari menelan berita mentah-mentah dan bulat-bulat liwat media massa, khususnya telinga diasupi fakta oleh media TV, betapa adanya bandar narkoba, kurir narkoba sampai korban atau pengguna atau penerima manfaat narkoba. Ternyata, oknum atau kawanan pengguna/penerima manfaat narkoba dari berbagai strata sosial, segmen masyarakat, tingkat pendidikan, lapisan usia serta tidak pandang klasifikasi dan kualifikasi gender.

Telinga kita terasa akrab, familiar dan terlatih dengan istilah gagah, mentereng dan gaul yaitu ‘narkoba’. Yang semula tidak tahu, apalagi tertarik, karena gencarnya pemberitaan, malah nyaris menjadi pariwara, promosi gratis yang sistematis. Kawanan jurnalis, awak media, tukang uber gosip, ahli peliput dan pelipat info di TKP lebih gemar menayangkan kinerja BD (sebutan untuk bandar narkoba) dan ketangkaptangannya oknum Bhironk  (orang Nigeria/pesuruh atau dikenal kurir) daripada blusukan, sidak, kunker (kunjungan kerja versi wakil rakyat), turba (turun ke bawah) ke lokalisasi / lokasi rehabilitasi dampak pengguna/penerima manfaat narkoba.
. . . . . . .

Kepedulian pemerintah, sekaligus menunjukkan ketidakpekaannya. Kita luangkan waktu buka Buku I “Agenda Pembangunan Nasional”, Rancangan Awal, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tahun 2014. Khususnya pada substansi :

6.4.    MEMPERKUAT KEHADIRAN NEGARA DALAM MELAKUKAN REFORMASI SISTEM DAN PENEGAKAN HUKUM YANG BEBAS KORUPSI, BERMARTABAT DAN TERPERCAYA
Dalam rangka memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya disusun 6 sub agenda prioritas sebagai berikut: (1). Meningkatkan Penegakan Hukum yang Berkeadilan; (2.) Mencegah dan Memberantas Korupsi; (3.) Memberantas Tindakan Penebangan Liar, Perikanan Liar, dan Penambangan Liar; (4.) Memberantas Narkoba dan Psikotropika; (5.) Menjamin Kepastian Hukum Hak Kepemilikan Tanah; dan (6.) Melindungi Anak, Perempuan, dan Kelompok Marjinal.

Padahal, menurut kamus di situs BNN (Badan Narkotika Nasional), dijelaskan bahwa Narkoba adalah kependekan dari kata-kata Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Berbahaya lainnya. Versi lain, ada yang mengartikan narkoba adalah singkatan dari kata narkotika, psikotropika, dan obat terlarang.

Apa arti sebuah nama! Jangan pula mempersoalkan mengapa Pemerintah menggunakan item : Memberantas Narkoba dan Psikotropika.

Buku I juga menjelaskan Sasaran Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, pada sub-sasaran Pertahanan dan Keamanan dengan 3 komponen, salah satunya atau nomer 3 berupa : Laju Peningkatan Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba.

Kita simak lebih lanjut pada substansi :

6.4.4 Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba

SASARAN
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah menguatnya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang ditandai dengan terkendalinya angka prevalensi penyalahgunaan narkoba.

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran menguatnya pencegahan dan penanggulangan narkoba adalah dengan:
1.     Mengintensifkan upaya sosialisasi bahaya penyelahgunaan narkoba (demand side);
2.     Meningkatkan upaya terapi dan rehabilitasi pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba (demand side); dan
3.     Meningkatkan efektifitas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (supply side).

Strategi pembangunan untuk melaksanakan arah kebijakan di atas adalah:
1.     Pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (PP4GN) di daerah;
2.     Diseminasi informasi tentang bahaya narkoba melalui berbagai media;
3.     Penguatan lembaga terapi dan rehabilitasi;
4.     Rehabilitasi pada korban penyalahguna dan/atau pecandu narkoba; dan
5.     Kegiatan intelijen narkoba.

Di atas kertas, selama 2015-2019, sudah ada rencana aksi dan rencana tindak Pemerintah. Bukan berarti penduduk, warga negara, masyarakat, rakyat, bangsa bisa duduk yang manis.
. . . . . . .

Bandingkan, sandingkan dengan berita ini :
Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia saat ini tengah berada dalam situasi darurat narkoba. Menurut dia, hampir 50 orang mati setiap hari karena narkoba.

“Bayangkan, setiap hari ada 50 generasi bangsa meninggal karena narkoba. Dalam setahun sekitar 18 ribu orang meninggal,” ujarnya dalam sambutan dalam Rapat Koordinasi Nasional Gerakan Nasional Penanganan Ancaman Narkoba dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu, 4 Februari 2015.

Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, jumlah tersebut belum termasuk pengguna narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi. “Pengguna yang sedang menjalani rehabilitasi mencapai 4,2-4,5 juta, dan itu bukan angka yang kecil,” tuturnya.

Menurut Presdien Jokowi, Badan Narkotika Nasional (BNN) hanya mampu merehabilitasi 18 ribu pecandu narkotik per tahun. Sedangkan jumlah pecandu yang harus direhabilitasi 4,5 juta. Artinya, Jokowi melanjutkan, BNN memerlukan 200 tahun untuk merehabilitasi seluruh pecandu.

Presiden Jokowi menjelaskan, bila pemerintah tak segera bersikap tegas dalam menangani peredaran narkoba, jumlah orang muda yang terjerat narkoba akan meningkat. “Kalau kami tak punya keberanian bersikap, masalah narkoba tak akan rampung,” ujarnya. (tempo.co/satuharapan.com)

. . . . . . .

Asupan makna kamus BNN bisa jadi penambah wawasan dan ingatan kita, fokus pada :
þ  Circumstansial situasional = Penyalahgunaan narkoba hanya dilakukan ketika remaja sedang menghadapi masalah pribadi.

þ  Compulsifed = Remaja penyalahguna narkoba mengkonsumsi narkoba dengan pola kecanduan.

þ  Drug Addiction = Kondisi dimana seseorang merasa tergantung pada obat tertentu, melebihi dosis yang ditentukan.

þ  Experimental Stage = Tahapan pemula/coba-coba bagi penyalahguna.

þ  Intensifed = Remaja penyalahguna narkoba mengetahui bahaya narkoba, tapi tidak ingin menghentikan penyalahgunaan narkoba

þ  Family Supporting Group = Kelompok keluarga yang saling membantu dalam memberi dukungan untuk mengatasi masalah narkoba.


. . . . . . .

Penyalahgunaan narkoba, harus dilihat dari dua sisi, dua makna. Ibarat senjata tajam, di tangan yang belum berhak (terutama balita), bisa mencelakakan diri sendiri. di tangan yang mahir, bisa sebagai alat multi fungsi, multi guna, multi manfaat. Ironis dan bikin hati kita miris, ternyata narkoba diproduksi dalam tataran dunia, untuk menjadi alat perusak generasi mendatang.

Karena, negara produsen narkoba sampai bandar narkoba di tingkat lokal Nusantara, mengharamkan untuk memakai/mengkonsumsi narkoba. Narkoba sebagai industri negara maju sampai prosuk olahan lokal. Prinsipnya hanya satu yaitu keuntungan mata uang. Perkara siapa yang beli dalam arti konsumen atau yang akan jadi korban, bukan urusan mereka.

Narkoba mempunyai saudara dekat yaitu minuman berakohol (minol) atau minuman keras (miras) serta saudara jauh yaitu rokok herbal. Semua disajikan dalam berbagai sajian dan kemasan, mulai dari skala warung ndangdut picisan sampai prostitusi hotel/apartemen/rumah mewah klas sosialita atau artis papan atas.

. . . . . . .

Merasa ada Sasaran serta Arah Kebijakan dan Strategi Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba, kita berasa dan berharap, semoga BNN punya sejuta nyali dan segunung harga diri demi nasib bangsa (tidak perlu mengandalkan panggilan tugas) menggerebek pabrik narkoba di sarangnya. Kalau perlu menembak mati bandar narkoba di TKP untuk meniadakan hukuman mati di Indonesia. Minimal BNN belajar dari modus operandi Densus 88.  Minimal meniru cara berantas teroris, bersifat preventif, proaktif dan berani mati, sampai ke lokasi jin buang anak akan terus diuber. Jangan sampai ada saksi hidup, apalagi terduga/tersangka hidup.

Memang susah untuk terulang dan terjadi lagi,  urusan narkoba menjadi kasus dilematis. Bisa jadi ajang promosi polisi atau dimutasi, ada pihak yang diuntungkan secara finansial, ada skenario internasional sebagai sisi lain dari politik perdagangan bebas dunia, Indonesia sebagai pengguna/penerima manfaat potensial narkoba, sebagai pasar utama dan negara tujuan narkoba. Sebagai bukti keterlibatan mata rantai dunia, jika hukuman mati diterapkan pada terpidana kasus narkoba, intervensi negara pemasok sangat meyakinkan. Mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik, semakin membuktikan ada skenario dunia.

Mengandalkan jargon Revolusi Mental, rakyat harus serentak bangkit, kalau perlu turun ke jalan sebagai gerakan people power. Artinya, rakyat tidak bisa mengandalkan kinerja aparat pertahanan dan keamanan. Ironis dan nyaris konyol, berbagai komponen dan elemen rakyat dengan gagah perkasa bersatu, membentuk barisan, lautan manusia turun ke jalan sebagai reaksi atas rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Bahkan, ikhtiar menyamarakkan May Day, kaum buruh/pekerja punya program turun ke jalan.


Namun,  ketika menghadapi kejahatan berbasis penyalahgunaan narkoba yang dampaknya jelas dan nyata merusak generasi muda bangsa, nampak adem ayem seolah tak merasa dirugikan. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar