Narkoba,
Membunuh Generasi Muda Indonesia Sebelum Lahir
Kita, bangsa dan rakyat Indonesia,
nyaris tiap hari menelan berita mentah-mentah dan bulat-bulat liwat media massa,
khususnya telinga diasupi fakta oleh media TV, betapa adanya bandar narkoba,
kurir narkoba sampai korban atau pengguna atau penerima manfaat narkoba. Ternyata,
oknum atau kawanan pengguna/penerima manfaat narkoba dari berbagai strata
sosial, segmen masyarakat, tingkat pendidikan, lapisan usia serta tidak pandang
klasifikasi dan kualifikasi gender.
Telinga kita terasa akrab, familiar
dan terlatih dengan istilah gagah, mentereng dan gaul yaitu ‘narkoba’. Yang semula tidak tahu, apalagi
tertarik, karena gencarnya pemberitaan, malah nyaris menjadi pariwara, promosi
gratis yang sistematis. Kawanan jurnalis, awak media, tukang uber gosip, ahli
peliput dan pelipat info di TKP lebih gemar menayangkan kinerja BD (sebutan untuk bandar narkoba)
dan ketangkaptangannya oknum Bhironk (orang Nigeria/pesuruh atau dikenal kurir)
daripada blusukan, sidak, kunker (kunjungan kerja versi wakil rakyat), turba
(turun ke bawah) ke lokalisasi / lokasi rehabilitasi dampak pengguna/penerima
manfaat narkoba.
. . . .
. . .
Kepedulian pemerintah, sekaligus menunjukkan
ketidakpekaannya. Kita luangkan waktu buka Buku I “Agenda
Pembangunan Nasional”, Rancangan Awal, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
2015-2019, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, tahun 2014. Khususnya pada substansi :
6.4. MEMPERKUAT
KEHADIRAN NEGARA DALAM MELAKUKAN REFORMASI SISTEM DAN PENEGAKAN HUKUM YANG
BEBAS KORUPSI, BERMARTABAT DAN TERPERCAYA
Dalam rangka memperkuat kehadiran
negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi,
bermartabat dan terpercaya disusun 6 sub agenda prioritas sebagai berikut: (1).
Meningkatkan Penegakan Hukum yang Berkeadilan; (2.) Mencegah dan Memberantas
Korupsi; (3.) Memberantas Tindakan Penebangan Liar, Perikanan Liar, dan
Penambangan Liar; (4.) Memberantas Narkoba dan Psikotropika; (5.) Menjamin Kepastian Hukum Hak
Kepemilikan Tanah; dan (6.) Melindungi Anak, Perempuan, dan Kelompok Marjinal.
Padahal, menurut kamus di situs
BNN (Badan Narkotika Nasional), dijelaskan bahwa Narkoba adalah kependekan dari
kata-kata Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Berbahaya
lainnya. Versi lain, ada yang mengartikan narkoba adalah singkatan dari kata narkotika, psikotropika, dan obat terlarang.
Apa arti sebuah
nama! Jangan pula mempersoalkan mengapa Pemerintah menggunakan item : Memberantas Narkoba dan Psikotropika.
Buku I juga menjelaskan Sasaran Pembangunan Politik, Hukum,
Pertahanan dan Keamanan, pada sub-sasaran Pertahanan dan Keamanan dengan 3
komponen, salah satunya atau nomer 3 berupa : Laju Peningkatan
Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba.
Kita simak
lebih lanjut pada substansi :
6.4.4 Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba
SASARAN
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah menguatnya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan narkoba yang ditandai dengan terkendalinya angka prevalensi
penyalahgunaan narkoba.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran menguatnya
pencegahan dan penanggulangan narkoba adalah dengan:
1.
Mengintensifkan upaya sosialisasi bahaya
penyelahgunaan narkoba (demand side);
2.
Meningkatkan upaya terapi dan rehabilitasi
pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba (demand side); dan
3.
Meningkatkan efektifitas pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (supply side).
Strategi pembangunan untuk melaksanakan arah kebijakan di atas
adalah:
1.
Pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (PP4GN) di daerah;
2.
Diseminasi informasi tentang bahaya narkoba
melalui berbagai media;
3.
Penguatan lembaga terapi dan rehabilitasi;
4.
Rehabilitasi pada korban penyalahguna dan/atau
pecandu narkoba; dan
5.
Kegiatan intelijen narkoba.
Di atas kertas, selama 2015-2019,
sudah ada rencana aksi dan rencana tindak Pemerintah. Bukan berarti penduduk,
warga negara, masyarakat, rakyat, bangsa bisa duduk yang manis.
. . . .
. . .
Bandingkan, sandingkan dengan berita ini :
Presiden
Joko Widodo mengatakan Indonesia saat ini tengah berada dalam situasi darurat
narkoba. Menurut dia, hampir 50 orang mati setiap hari karena narkoba.
“Bayangkan,
setiap hari ada 50 generasi bangsa meninggal karena narkoba. Dalam setahun
sekitar 18 ribu orang meninggal,” ujarnya dalam sambutan dalam Rapat Koordinasi
Nasional Gerakan Nasional Penanganan Ancaman Narkoba dalam Rangka Mewujudkan
Indonesia Emas 2045 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu, 4 Februari 2015.
Menurut
mantan Gubernur DKI Jakarta itu, jumlah tersebut belum termasuk pengguna
narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi. “Pengguna yang sedang menjalani
rehabilitasi mencapai 4,2-4,5 juta, dan itu bukan angka yang kecil,” tuturnya.
Menurut
Presdien Jokowi, Badan Narkotika Nasional (BNN) hanya mampu merehabilitasi 18
ribu pecandu narkotik per tahun. Sedangkan jumlah pecandu yang harus
direhabilitasi 4,5 juta. Artinya, Jokowi melanjutkan, BNN memerlukan 200 tahun
untuk merehabilitasi seluruh pecandu.
Presiden
Jokowi menjelaskan, bila pemerintah tak segera bersikap tegas dalam menangani
peredaran narkoba, jumlah orang muda yang terjerat narkoba akan meningkat.
“Kalau kami tak punya keberanian bersikap, masalah narkoba tak akan rampung,”
ujarnya. (tempo.co/satuharapan.com)
. . . .
. . .
Asupan makna kamus BNN bisa jadi
penambah wawasan dan ingatan kita, fokus pada :
þ
Circumstansial situasional = Penyalahgunaan
narkoba hanya dilakukan ketika remaja sedang menghadapi masalah pribadi.
þ
Compulsifed = Remaja
penyalahguna narkoba mengkonsumsi narkoba dengan pola kecanduan.
þ
Drug Addiction = Kondisi
dimana seseorang merasa tergantung pada obat tertentu, melebihi dosis yang
ditentukan.
þ
Experimental Stage = Tahapan
pemula/coba-coba bagi penyalahguna.
þ
Intensifed = Remaja
penyalahguna narkoba mengetahui bahaya narkoba, tapi tidak ingin menghentikan
penyalahgunaan narkoba
þ
Family Supporting Group = Kelompok
keluarga yang saling membantu dalam memberi dukungan untuk mengatasi masalah
narkoba.
. . . .
. . .
Penyalahgunaan narkoba, harus
dilihat dari dua sisi, dua makna. Ibarat senjata tajam, di tangan yang belum
berhak (terutama balita), bisa mencelakakan diri sendiri. di tangan yang mahir,
bisa sebagai alat multi fungsi, multi guna, multi manfaat. Ironis dan bikin
hati kita miris, ternyata narkoba diproduksi dalam tataran dunia, untuk menjadi
alat perusak generasi mendatang.
Karena, negara produsen narkoba
sampai bandar narkoba di tingkat lokal Nusantara, mengharamkan untuk
memakai/mengkonsumsi narkoba. Narkoba sebagai industri negara maju sampai
prosuk olahan lokal. Prinsipnya hanya satu yaitu keuntungan mata uang. Perkara siapa
yang beli dalam arti konsumen atau yang akan jadi korban, bukan urusan mereka.
Narkoba mempunyai saudara dekat
yaitu minuman berakohol (minol) atau minuman keras (miras) serta saudara jauh
yaitu rokok herbal. Semua disajikan dalam berbagai sajian dan kemasan, mulai
dari skala warung ndangdut picisan sampai prostitusi hotel/apartemen/rumah
mewah klas sosialita atau artis papan atas.
. . . .
. . .
Merasa ada Sasaran serta Arah
Kebijakan dan Strategi Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba, kita berasa dan
berharap, semoga BNN punya sejuta nyali dan segunung harga diri demi nasib
bangsa (tidak perlu mengandalkan panggilan tugas) menggerebek pabrik narkoba di
sarangnya. Kalau perlu menembak mati bandar narkoba di TKP untuk meniadakan
hukuman mati di Indonesia. Minimal BNN belajar dari modus operandi Densus 88. Minimal meniru cara berantas teroris, bersifat
preventif, proaktif dan berani mati, sampai ke lokasi jin buang anak akan terus
diuber. Jangan sampai ada saksi hidup, apalagi terduga/tersangka hidup.
Memang susah untuk terulang dan
terjadi lagi, urusan narkoba menjadi kasus
dilematis. Bisa jadi ajang promosi polisi atau dimutasi, ada pihak yang
diuntungkan secara finansial, ada skenario internasional sebagai sisi lain dari
politik perdagangan bebas dunia, Indonesia sebagai pengguna/penerima manfaat
potensial narkoba, sebagai pasar utama dan negara tujuan narkoba. Sebagai bukti
keterlibatan mata rantai dunia, jika hukuman mati diterapkan pada terpidana
kasus narkoba, intervensi negara pemasok sangat meyakinkan. Mengancam akan
memutuskan hubungan diplomatik, semakin membuktikan ada skenario dunia.
Mengandalkan jargon Revolusi
Mental, rakyat harus serentak bangkit, kalau perlu turun ke jalan sebagai
gerakan people power. Artinya, rakyat tidak bisa mengandalkan kinerja
aparat pertahanan dan keamanan. Ironis dan nyaris konyol, berbagai komponen dan
elemen rakyat dengan gagah perkasa bersatu, membentuk barisan, lautan manusia
turun ke jalan sebagai reaksi atas rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Bahkan,
ikhtiar menyamarakkan May Day, kaum buruh/pekerja punya program turun ke
jalan.
Namun, ketika menghadapi kejahatan berbasis
penyalahgunaan narkoba yang dampaknya jelas dan nyata merusak generasi muda
bangsa, nampak adem ayem seolah tak merasa dirugikan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar