sabar dan esok hari
bukan hak
Kehidupan harian kita lakoni secara rutin, berulang, tipikal, mirip, menerus
dan berkelanjutan. Itu-itu saja tanpa variasi. Mulai dari tahajud, subuh, kokok
jago atau kicau burung, fajar berkibar, atau pas ingat harus bangun pagi. Anak sekolah
sampai pencari nafkah, berhal yang sama.
Pasal lain menyebutkan dengan santai. Kita tanpa sadar akan mengulang
tindakan, kesalahan dan dosa harian yang sama. Bersykukur, dua malaikat
pencatat amal dan maupun merekam dosa, tak bosan. Bahkan sigap 24 jam. Kecuali pada
saat manusia lelap malam.
Pengalaman hidup harian, membuat diri ini tak mampu mendeteksi apakah prestasi
hari ini lebih baik ketimbang kemarin. Mau membuat target, raihan hari
berikutnya. Manusia sebatas membuat rencana, kehendak-Nya yang menentukan. Wajib
usaha diiringi doa, mohon petunjuk dan ridho-Nya.
Fitur statistik bulanan, menunjukkan pasang surut kadar kualitas maupun
kembang kempis takaran kuantitas prestasi harian. Evaluasi diri sejak dini,
muhasabah, bukan soal hitung-hitungan dengan Allah swt. Soal hasil, balasan
kerja, pahala atau amal bakti diri menjadi hak prerogatif Allah swt.
Hak mutlak, total, bulat manusia adalah melaksanakan kewajibannya sebagai
hamba-Nya. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar