Halaman

Jumat, 24 Januari 2020

sabar dan esok hari bukan hak

sabar dan esok hari bukan hak

Kehidupan harian kita lakoni secara rutin, berulang, tipikal, mirip, menerus dan berkelanjutan. Itu-itu saja tanpa variasi. Mulai dari tahajud, subuh, kokok jago atau kicau burung, fajar berkibar, atau pas ingat harus bangun pagi. Anak sekolah sampai pencari nafkah, berhal yang sama.

Pasal lain menyebutkan dengan santai. Kita tanpa sadar akan mengulang tindakan, kesalahan dan dosa harian yang sama. Bersykukur, dua malaikat pencatat amal dan maupun merekam dosa, tak bosan. Bahkan sigap 24 jam. Kecuali pada saat manusia lelap malam.

Pengalaman hidup harian, membuat diri ini tak mampu mendeteksi apakah prestasi hari ini lebih baik ketimbang kemarin. Mau membuat target, raihan hari berikutnya. Manusia sebatas membuat rencana, kehendak-Nya yang menentukan. Wajib usaha diiringi doa, mohon petunjuk dan ridho-Nya.

Fitur statistik bulanan, menunjukkan pasang surut kadar kualitas maupun kembang kempis takaran kuantitas prestasi harian. Evaluasi diri sejak dini, muhasabah, bukan soal hitung-hitungan dengan Allah swt. Soal hasil, balasan kerja, pahala atau amal bakti diri menjadi hak prerogatif Allah swt.

Hak mutlak, total, bulat manusia adalah melaksanakan kewajibannya sebagai hamba-Nya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar