praktik demokrasi negara
multipartai vs penguasa di bawah satu kendali
Efek domino, efek karambol pengadaan
orang / jabatan penyelenggara negara, khususnya kepala negara. Walkhusus teradanya
presiden ketujuh RI, sampai dua periode. Bak zaman orde baru. Belum laga sudah
ketahuan siapa juara umum. Sistem hitung mundur. Status quo yang tak perlu pembuktian. Daur
ulang sejarah adab persatuan Indonesia vs Indonesia satu.
Bersyukur jika rakyat tahu saja vs
tahu banget akan dalil hak pemilih. Mempunyai KTP-elektronik bukan jaminan hak
politik terjamin. Sifat kritis rakyat dicegah tangkal dengan pasal makar. Tak
berlaku pada kelompok kriminal separatis bersenjata di tanah Papua, dengan
alasan HAM.
Praktik demokrasi yang menghasilkan
dalil: kedaulatan ada di tangan pemenang pesta demokrasi, bukan tanpa efek
domino. Diperkuat dengan tindak laku garang garing penyelenggara negara yang
untuk membuktikan kadar loyalitasnya, sekaligus unjuk gigi. Nusantara kaya bahkan surplus komedian
politik. Kutu loncat bukan pasal nista.
Kader parpol terjerat OTT KPK,
tinggal dipecat. Cadangan sudah antri. Tidak perlu pakai nomor urut, asal
penurut. Atau jadi kesempatan bagi parpol penguasa mengkerdilkan KPK yang
memang sudah terkebiri.
Adonan menu politik aneka rasa menjadi pemacu dan pemicu
tarik ulur antara status vs jati diri. Generasi bangkotan, bau tanah tak kalah
genit, tak kalah binal dengan anak kemarin sore, bau kencur. Terasa nyata di
dinasti politik, pewaris kekuasaan maupun anak cucu ideologis atau trah darah
politik.
Antar generasi bukannya tak ada
benang merah. Ikatan moral yang terjadi adalah ikatan semu. Ikatan emosi yang
terjalin malah menjadikan siapa saja sebagai lawan, musuh, seteru. Semua bisa
bermain di semua lini. Tak sadar siap jadi apa saja.
Pengguna aktif gadget sudah merambah
ke semua golongan usia dan atau umur. Tak pandang warna bulu dan golongan
darah. Batita yang belum bisa berujar secara benar dan baik, tangan sudah
akrab, mahir dengan fitur. Semakin cerdas anak bangsa Nusantara, semakin lihai
memanipulasi watak bawaan diri sendiri, kian mahir merekayasa karakter warisan
genetik. Barisan anti-sosial menjadi klas tersendiri.
Akhirnya modus politik penguasa
menimbulkan alérgi, antipati, apriori, apatis bagi pihak tidak hanya koalisi
parpol pendukung pemerintah. Pemerintah acap mati langkah, salah langkah serta
asal gebrak. Tahun pertama 2019-2024
semangkin kebakaran jenggot, gerah diri, keder dan salah tingkah. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar