Halaman

Senin, 20 Januari 2020

praktik demokrasi negara multipartai vs penguasa di bawah satu kendali


praktik demokrasi negara multipartai vs penguasa di bawah satu kendali

Efek domino, efek karambol pengadaan orang / jabatan penyelenggara negara, khususnya kepala negara. Walkhusus teradanya presiden ketujuh RI, sampai dua periode. Bak zaman orde baru. Belum laga sudah ketahuan siapa juara umum. Sistem hitung mundur. Status quo yang tak perlu pembuktian. Daur ulang sejarah adab persatuan Indonesia vs Indonesia satu.

Bersyukur jika rakyat tahu saja vs tahu banget akan dalil hak pemilih. Mempunyai KTP-elektronik bukan jaminan hak politik terjamin. Sifat kritis rakyat dicegah tangkal dengan pasal makar. Tak berlaku pada kelompok kriminal separatis bersenjata di tanah Papua, dengan alasan HAM.

Praktik demokrasi yang menghasilkan dalil: kedaulatan ada di tangan pemenang pesta demokrasi, bukan tanpa efek domino. Diperkuat dengan tindak laku garang garing penyelenggara negara yang untuk membuktikan kadar loyalitasnya, sekaligus unjuk gigi.  Nusantara kaya bahkan surplus komedian politik. Kutu loncat bukan pasal nista.

Kader parpol terjerat OTT KPK, tinggal dipecat. Cadangan sudah antri. Tidak perlu pakai nomor urut, asal penurut. Atau jadi kesempatan bagi parpol penguasa mengkerdilkan KPK yang memang sudah terkebiri.

Adonan menu politik aneka rasa menjadi pemacu dan pemicu tarik ulur antara status vs jati diri. Generasi bangkotan, bau tanah tak kalah genit, tak kalah binal dengan anak kemarin sore, bau kencur. Terasa nyata di dinasti politik, pewaris kekuasaan maupun anak cucu ideologis atau trah darah politik.

Antar generasi bukannya tak ada benang merah. Ikatan moral yang terjadi adalah ikatan semu. Ikatan emosi yang terjalin malah menjadikan siapa saja sebagai lawan, musuh, seteru. Semua bisa bermain di semua lini. Tak sadar siap jadi apa saja.

Pengguna aktif gadget sudah merambah ke semua golongan usia dan atau umur. Tak pandang warna bulu dan golongan darah. Batita yang belum bisa berujar secara benar dan baik, tangan sudah akrab, mahir dengan fitur. Semakin cerdas anak bangsa Nusantara, semakin lihai memanipulasi watak bawaan diri sendiri, kian mahir merekayasa karakter warisan genetik. Barisan anti-sosial menjadi klas tersendiri.

Akhirnya modus politik penguasa menimbulkan alérgi, antipati, apriori, apatis bagi pihak tidak hanya koalisi parpol pendukung pemerintah. Pemerintah acap mati langkah, salah langkah serta asal gebrak.  Tahun pertama 2019-2024 semangkin kebakaran jenggot, gerah diri, keder dan salah tingkah. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar