kalkulasi politik Islam
nusantara, merasa punya taji nyali vs anjagakake endoge si blorok
Tentu ada periwayatan sederhana hingga muncul judul. Tidak
pakai proses edukasi atau kajian akademis. Tidak perlu digodog liwat acara
macam Indonesia Lawak Koretan. Semua berjalan sesuai air mengalir dan udara
menguap. Menghindari gesekan pelebar luka lama. Cari pasal pelipur lara.
Sebutan si Blorok, ternyata mengandung dua batasan.
Pertama, lema ‘blorok’ ataupun ‘blirik’. Jauh hakikat
dengan lema ‘blarak’. Berlaku pada ayam betina, babon, induk. Ayam masuk ras
kampung. Hidup bebas mandiri di kebun. Tak perlu asupan pakan impor. Tak pakai
program penggemukan maupun ayam petelur. Pergaulan bebas bisa menelurkan telur
tetas. Atau sebaliknya. Kapan dan di mana bertelur, sudah tanpa kotekan. ‘sing ngendog petok-petok’ tak
berlaku.
Kedua yang mungkin ada alternatif lain yang belum pernah
terungkap. Ingat lagu ‘ayam hitam telurnya putih . . .”. BPS belum pernah
merilis data ‘ayam putih telurnya hitam . . . ‘. Atau ada pihak yakin berkat
rekayasa genetik akan ada telur blorok. Tidak berwarna polos, tidak monoton
satu warna standar. Jangan-jangan akan ada warna kulit telur sesuai warna bulu
ayam pejantan. Sebagai bukti.
Bukan kesimpulan, hanya sekedar mengingat bahwa ayam. Bukan
jago kandang, bukan ayam sayur atau sebutan berayam-ayam lainnya. Juga tidak
digadang menjadi ayam petarung. Nilai jual pada kokok yang mengingatkan
sesuatu. Kaki bertanduk bukan monopoli jago. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar