ramah rakyat vs rakyat ramah
Kata ‘ramah’, ‘marah’, ‘haram’ terasa akrab, tak asing,
familier, bukan hal aneh di kuping putra-putri asli daerah. Menjadi menu bahasa
lisan, ujaran bebas, cuap asal ucap antar pribumi. Kian mendalam di failitas
media sosial. Membuktikan kandungan hati, muatan hati, isi hati. Jauh makna
dari ‘curhat’.
Bermula dari pepatah “seramah-ramah anjing menggonggong,
sesekali akan menggigit juga”. Industri politik Nusantara tak sanggup memenuhi
kebutuhan, konsumsi dalam negeri per kapita manusia politik. Perut manusia
politik yang pelahap, pemakan segala, serba doyan.
Lawan politik lebih berbahaya daripada masa depan bangsa
dan negara. Nasib generasi tanpa masa depan, generasi yang hilang, serasa akan
berulang. Rakyat sebagai penonton setia, tetap sabar menungu pergantian pemain.
Itulah politik. Kalau tidak bisa jadi tuan, juragan, malah pilih jadi budak di
negeri sendiri.
Tak perlu heran bin gumun. Meramukan, mengoplos 3 lema
dalam satu tindakan. Bukti ybs manusia pilihan. Minimal bisa dan layak menjabat
status wakil rakyat. Liwat parpol dadakan jelang pemilu.
Daya tahan, daya juang rakyat tak tergantung pihak yang
sedang naik daun. Sila-sila Pancasila digali dari kehidupan rakyat. Hak politik
rakyat sebatas penggunaan hak suara pada hari-H pesta demokrasi. 5 menit selama
5 tahun. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar