Halaman

Sabtu, 03 Mei 2014

Faktor Efektif Umat Islam Dalam Mata Rantai Hari Buruh – Hari Pendidikan Nasional – Hari Kebangkitan Nasional


oleh : Herwin Nur

Rekam Jejak
Hari pertama bulan Mei, mulai tahun 2014, pemerintah menetapkan sebagai hari libur nasional : Hari Buruh Internasional. Sudah jamak di dunia, buruh/pekerja mengandalkan tenaga untuk bekerja, mengandalkan jumlah untuk menekan pemerintah, tetapi tidak punya nyali, tidak punya posisi tawar untuk berkomunikasi apalagi mendikte pengusaha/pemberi kerja.

Andai tuntutan buruh/pekerja dilaksanakan, maka pepatah Jawa: “uwis dike'i ati isih ngrogoh rempela” akan berlaku. Irionis, mereka tidak tahu dan tidak faham untuk apa tujuan demo, apalagi krisis ekonomi dunia.

Wajib kita simak, berita di KRjogja.com 30 April 2014 : Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan, dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015, Indonesia tidak perlu berandai-andai tentang sumber daya manusia (SDM). Sebab, angkatan kerja Indonesia hampir 50 persen hanya lulusan sekolah dasar (SD) atau kurang dari itu.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto (SBS) mengatakan, yang saat ini harus dilakukan pemerintah dan stakeholder lainnya adalah bagaimana mampu mengemas SDM yang jumlahnya sedikit namun memiliki keunggulan dan produktivitas yang tinggi.

SBS menilai perlunya peningkatan tataran industri kecil dan menengah agar mampu memberi kehidupan yang layak bagi masyarakat pada AEC 2015. Sebab, Indonesia masih memiliki nelayan, petani, dan tukang kayu yang belum dikemas dalam suatu industri modern yang kompetitif. Pembangunan di masa depan Indonesia ini harus melakukan pembangunan dengan arah ke bawah, dalam kerangka pembangunan ekonomi inklusif. Dalam hal ketenagakerjaan, terutama tentang TKI, Kadin menyadari penanganannya memerlukan sinergi dari beberapa instansi pemerintah dan pihak swasta.

Membaca 10 tuntutan Buruh dalam memperingati May Day 2014, tersurat tuntutan nomer 10 (Jalankan wajib belajar 12 tahun dan bea siswa untuk anak buruh hingga perguruan tinggi) terkait dengan Hardiknas 2 Mei dan tuntutan nomer 7 (Cabut UU Ormas ganti dengan RUU perkumpulan) terikat dengan Harkitnas 20 Mei.

Penduduk Indonesia beragama Islam sebanyak 207.176.162 jiwa (87,18%) dari total 237.641.326 jiwa (BPS, 2010). Masalahnya, Indonesia merupakan kekuatan buruh terbesar ke-5 di dunia, dengan memakai kalkulasi pada tahun 2012 saja jumlah buruh di Indonesia mencapai 118,1 juta (sumber : http://www.infogsbi.com).

Artinya, mayoritas akar rumput penduduk Indonesia adalah buruh/pekerja. (UU 13/2013 tentang “KETENAGAKERJAAN” : pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain). Ironis, jika Indonesia sebagai negara agraris, tercatat melalui Sensus Pertanian 2013 jumlah petani pada tahun 2013 sebanyak 31,70 juta orang, terbesar di Subsektor Tanaman Pangan sebanyak 20,40 juta orang dan paling sedikit di Subsektor Perikanan kegiatan penangkapan ikan sebanyak 0,93 juta orang.

AEC mulai Januari 2015, di mana barang dan jasa yang beredar di negara-negara ASEAN bebas dari bea masuk. Di sisi lain, tenaga kerja terampil dan profesional bisa bekerja di negara-negara anggota ASEAN. Indonesia sebagai negara besar dengan jumlah penduduk mencapai 40 persen dari penduduk ASEAN, wajib optimis dapat menjadi produsen terbesar di pasar ASEAN

Krisis Ukhuwah
Semangat Harkitnas adalah berdirinya organisasi Boedi Oetomo yang dimotori oleh dr Wahidin Soedirohusodo, dr Sutomo, dan para mahasiswa, di Gedung STOVIA Jakarta. Benang merah mendirikan organisasi sampai era Reformasi periode 2014-2019 adalah Indonesia dikapling-kapling dari, oleh dan untuk kepentingan partai politik (parpol).

Di pihak lain, umat Islam terkontaminasi asas atau doktrin parpol  yaitu utamakan kepentingan. Kepentingan parpol yang terukur adalah menang di pemilihan umum (pileg dan pilpres), kalau bisa menang mengapa harus kalah.

Utamakan ikatan moral, antar umat Islam saling bersilaturrahim, memperkokoh barisan, memperkuat ukhuwah. Sesuai dengan firman Allah dalam [QS Ash Shaff (61) : 4] : Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”.

Ironis, umat Islam masuk pusaran dan putaran industri politik, lupa ukhuwah, bahkan menyambung silaturrahim sekedar mencari dukungan pembenaran. Bahkan menghadapi musuh yang sama, yaitu kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan, umat Islam sibuk dengan wacananya.

Diriwayatkan oleh Umamah al Bahiliy dari Rasulullah saw bersabda :”Ikatan-ikatan Islam akan lepas satu demi satu. Apabila lepas satu ikatan, akan diikuti oleh lepasnya ikatan berikutnya. Ikatan Islam yang pertama kali lepas adalah pemerintahan dan yang terakhir adalah shalat.” (HR Ahmad)

Para elit parpol Islam, ulama, tokoh masyarakat, kalangan akademis atau yang tidak mau kategori akar rumput, jika beda kursi di sistem trias politika, seperti menjadi pesaing yang kalau perlu dilibas terang-terangan.

Umat Islam yang berbaju politik, terobsesi oleh faham memimpin untuk berkuasa atau berkuasa untuk memimpin. Koalisi parpol Islam berangkat dari kepentingan merebut kursi yang sama, maupun membagi kursi kekuasaan, jelas tak akan bisa diwujudkan.

Umat Islam yang berilmu, menggunakan ilmunya sebagai syarat formal untuk merebut jabatan politik, mulai menjadi wakil rakyat, meraih jabatan kepala daerah, ikut berebut kursi presiden atau masuk jajaran pejabat publik/penyelenggara negara. Umat Islam di luar klas buruh/pekerja mempunyai sederet gengsi untuk melihat ke bawah, mencermati sejarahnya sendiri.

Api Islam
Semangat, spirit, etos, rasa dan jiwa Islam, melalui proses turun-temurun atau estafet masih kita miliki. Yang terkikis oleh waktu yaitu ketika menghadapi masalah berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, umat Islam mengandalkan akal dan mengutamakan logika. Pasal kehidupan bisa diformulasikan sesuai rumusan toleransi, sehingga akidah untuk sementara waktu dikesampingkan.

Bahasa kasarnya, api Islam di diri kita sudah mulai meredup, kalah dengan bara kehidupan dunia yang tiap hari menerpa kita. Kita sulit memilih dan memilah, berita dari orang fasik atau berita fasik[HaeN].



Tidak ada komentar:

Posting Komentar