Halaman

Sabtu, 24 Mei 2014

PANCAROBA

Beranda » Berita » Opini
Rabu, 01/09/2004 10:35
PANCAROBA
Akumulasi rukun, spesifikasi dan strata perpolitikan di NKRI terkumpul ulang di era 2004 – 2009. Semua platform maupun praktek lapangan partai politik, baik di era Orla maupun era Orba, secara sistematis dan elegan berulang. Era Reformasi hanya menyederhanakan, membakukan dan mensosialisasikannya dalam bentuk koalisi, dsb.

Perbedaan mendasar secara historis terletak pada bagaimana mempertahankan dan menikmati buah kemerdekaan. Mulai dari tinggal memetik hasil sampai mengeruk dan menumpuk kandungan Ibu Pertiwi. Secara ekonomis, muncul dinosaurus-dinosaurus berbagai versi. Reka ulang peta politik NKRI menghasilkan perpetakaan yang sulit diterima dengan nalar, naluri, nurani; akal, okol; insting wong timur. Bahkan pihak asing atau mancanegara yang terbiasa mendikte NKRI pun bingung mencari pasal pendukungnya. Mulai dari main pecat, asal pecut sampai sanksi dipocot diberlakukan secara sah. 2004-2009 sebagai musim pancaroba dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan beradab.

Walau pancaroba, banyak laron – atau ciri musim pancaroba? -bermunculan dari bawah tanah. Laron penghisap darah, laron doyan nasi, laron doyan kursi sampai laron menggerogoti pundi-pundi nasional. Banyak juga laron mati di lumbung. Tak kepalang tanggung berbagai virus menyelusup sampai ke jaringan pihak keamanan. Sampai pihak bentukan keamanan tidak bisa membedakan mana yang aman, agak aman dan yang betul-betul aman apalagi untuk keamanan bersama, keamanan nasional.

Rasa aman yang terbentuk adalah bagaimana bukannya memagari diri tetapi bagaimana menerapkan hukum sesuai tempat kejadian perkara. Spontan. Main polisi sendiri sampai main-main sebagai hakim ketika hukum hanya sekedar dokumen. 2004-2009 bisa ditandai dengan kemungkinan adanya gempa kepemimpinan nasional. Demi mempertahankan populasinya, khususnya keamanan dapur dan urusan perut golongannya banyak gejolak merebak. Setelah meliwati titik kritis krisis kepemimpinan nasional kita memasuki kuantum tarik ulur berbagai kepentingan. Kita tinggal menuai atau panen berbagai konflik terpendam. Konflik terselubung yang diredakan sementara dengan formulasi koalisi. Koalisis untuk jangka sangat pendek, untuk menggalang massa agar tergiring nuraninya. Kemampuan para ulama nyaris terpuruk di kandangnya sendiri. Terlihat adanya kiat asal jilat asal selamat. Itulah ketika agama dipolitikkan, dan politik dijadikan agama. 2004-2009 merupakan juga masa inkubasi nasional. (bersambung)

PANCAROBA I
Beranda » Berita » Opini
Selasa, 07/09/2004 08:38
PANCAROBA I
Gempa politik lokal sudah terasa di tingkat elit politik. Sumbernya koalisi kebangsaan. Sudah memakan korban. Sekejam-kejam harimau tak akan menyantap anak kandungnya sendiri. Sekejam-kejam politik tak akan menggebiri aspirasi anggotanya. Sekejam-kejam orang berwatak kejam tak akan mengejami nuraninya. Sadar pilitik adalah mengamini kehendak juragan, tanpa banyak cing-cong.

Sang juragan telah melakukan kong-kalingkong utawa menjadi cukong politik bukan urusan anggota. Juragan telah kongkow-kongkow dengan juragan dunia lain bukan urusan anggota. Bukan bagaimana berpolitik secara transparan, terbuka, manusiawi dan ber-Panca Sila. Politik utawa partai politik sudah menjadi berhala modern. Jangan setengah-setengah menggauli parpol. Parpol sudah terbukti - selain menjanjikan - juga sudah mampu mewujudkan mimpi indah. Parpol menjelma sebagai pabrik politisi berbagai strata.

Semula pemulung setelah dipoles di parpol bisa jadi pemaling. Semula modal dengkul setelah masuk salon parpol bisa tampil main cangkul. Cangkul kanan-kiri kalau belum kenyang jangan berhenti. Cangkul, cangkul yang luas kebunku bablas. Akhirnya, buta politik merupakan sikap pesimistis dan apriori terhadap modus operandi parpol yang menggadaikan masa depan bangsa dan rakyat NKRI. Terlebih melihat parpol yang membabi buta, yang menghalalkan segala upaya, cara dan skenario. (hn)

Beranda » Berita » Opini
Selasa, 14/09/2004 07:56
PANCAROBA II
Industri politik NKRI melalui kemasan partai politik telah memasuki harkat primitif. Siapa kuat akan unggul. Siapa berani malu akan maju. Siapa kuasa akan menguasai berbagai sumber kehidupan, berkedok berbangsa, bernegara dan bermartabat. Tidak ada aturan main di rimba politik.

Parpol yang mempunyai prospek sama nasibnya dengan parpol sempalan yang tinggal nunggu waktunya untuk lebur. Sekali lagi, jangan pakai kacamata moral untuk menilai fakta yang menular dan menjalar. Semua ironis akan tersaji manis jika dihitung akurat. Pengorbanan tak akan sia-sia dipersembahkan di rimba politik ini. Kalau perlu kepala pun akan disodorkan, untuk diinjak !!!! asal tujuan tercapai – minimal dalam hidup tidak akan kapiran, tidak akan merasakan rasa takut. Takut miskin dan takut lapar.

Ragam dan karakter tanpa karakter, sebagai pemain elite politik, ibarat raja tanpa mahkota. Pada kondisi tertentu mereka bak dalang yang mengatur kehidupan di luar habitatnya. Rambu-rambu politik mereka yang mengatur. Mereka kita kehidupan di rimba politik akan permanen. Justru secara tak sadar mereka telah terisolasi agar tak mencemari hidup berbangsa dan bernegara – yang masih didambakan oleh bangsa dan rakyat NKRI. Usaha penyelamatan generasi penerus lebijh diutamakan. Regenerasi di berbagai relung kehidupan sudah harus dipersiapkan. (hn)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar