Halaman

Selasa, 28 November 2017

wibawa negara vs nasionalisme pribumi



wibawa negara vs  nasionalisme pribumi

Hukum keseimbangan menyebutkan bahwasanya :

Pertama, barangsiapa dengan sengaja semakin meninggalkan akar rumput, rakyat papan bawah, demi kejar, raih nikmat dunia, maka akan berbanding lurus dengan lunturnya nilai-nilai Pancasila.

Kedua, barangsiapa dengan dalih menjaga wibawa negara di mata negara paling bersahabat, maka dengan aneka pasal mégatéga akan menjadikan kesenjangan ideologi malah menjadi acuan utama.

Rakyat bersyukur karena pilihan dan pilihannya semanakin mengkerucut, dengan adanya modus operandi penguasa malah semakin mendekatkan diri dengan Allah swt. Ibarat naik bisa kota di ibukota NKRI atau ibukota provinsi, yang mana dimana, sang sopir karena uber setoran, saling berebut penumpang. Bahkan dengan satu perusahaan.

Satu kaki penumpang baru masuk satu, langsung bis tancap gas. Bis sudah sarat penumpang, tetap dijejali. Itu doeloe, sebelum angkutan online belum ada. Saat itu, angkutan umum semisal bis kota (sebut saja metro mini di Jakarta) dengan fasilitas full doa.

Sang sopir di periode 2014-2019, tentunya tidak sekedar ugal-ugalan bak sopir maut metro mini. Tidak sekedar membahayakan penumpang. Tapi sudah membahayakan pengguna jalan atau bahkan masyarakat sekitar jalan.

Jika untuk mendapatkan bintang jasa perang sudah susah, karena tidak ada konflik atau medan perang. Bisa direkayasa, sehingga aparat pertahanan dan keamanan masih mendapat ajang permainan.

Aroma irama daya juang ideologis penguasa sudah tidak memperhitungkan seberapa jauh pengorbanan rakyat atau seberapa besar rakyat akan dikorbankan.

Antara penjilat dan/atau penghujat, merapatkan barisan menjadi korporasi penebar, penabur fitnah dunia. Merekaya ujar kebencian sebagai dalih untuk memasukkan unsur asing sebagai perpanjangan tangan atau bantuan dengan imbal balik menjual negara. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar