Halaman

Kamis, 23 November 2017

dosa politik vs maaf politik



dosa politik vs maaf politik

Di éra mégatéga ini banyak adegan, acara, atraksi manusia politik yang memalukan dan memilukan. Tak masalah, karena ybs adem-ayem. Mengapa malah kita yang meradang.

Mau meradang, hukum saja tak mampu menjangkau pihak yang patut diduga melakukan tindak pidana politik. Tata niaga politik Nusantara sedemikian pelik, mbulet dan tumpang sari. Pelakunya dari yang modal otot, tenaga, dengkul, okol dan mereka yang merasa serba bisa.

Sajian politik jelang pilkada serentak 2018, semakin menampilkan aneka menu cepat saji, cepat bosan. Spesialis menerima pesanan dari pihak manapun dengan timbal balik versi barter politik.

Bukannya rakyat tak mau tahu dengan modus penguasa. Rakyat masih menghargai dengan kekuasaan legitimet, yang sedang berjalan. Pendongkel, perongrong martabat negara karena mereka kurang puas dengan perolehan balas jasa, balas budi.

Pengampunan pajak kepada pengemplang pajak berbanding lurus dengan tobat politik secara semu. Kamus politik dan bahasa politik tidak menganal adanya dosa politik, maaf politik apalagi tobat politik.

Manusia politik merasa apa yang dilakukan sebagai pengorbanan agar bangsa ini tetap eksis. Akan lebih merasa berharga jika mereka yang memimpin. Warisan kekuasaan formal tetap mengalir ke trahnya, Rezeki politik tetap mengucur ke pundi-pundinya. Kalau tidak terjadi akan menghiba : ”Pundi mbah . . “. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar