Halaman

Sabtu, 25 November 2017

penuhi kewajiban vs perbanyak citra diri



penuhi kewajiban vs perbanyak citra diri

Profesi tukang becak tergerus oleh zaman. Tergusur dari jalan raya yang penuh persaingan antar angkutan umum dan penguna jalan lainnya. Becak minggir masuk kompleks perumahan. Ibu rumah tangga pulang belanja, menjadi pelanggan setia. Ibu dengan beberapa anak kecil, lebih pilih naik becak daripada naik ojek.

Walau kehidupan kalangan abang becak, tukang becak nyaris tak tersentuh peradaban politik Nusantara, bukan serta merta mereka anti-Pancasila.

Sifat serba sederhana yang menjadikan mereka bisa melakoni kehiduapnnya. Bukannya tanpa cita-cita. Bukannya tak menginginkan perubahan.

Dengan modal dengkul dan daya kayuh, tenaga plus ototnya, bukannya tak kuat menanjak, mengikuti tantangan kehidupan. Hari demi hari, lehidupan titipikal dilakoni tanpa pamrih. Anak isteri, keluarga makan sehari sekali sudah bersyukur.

Lagu bertemakan abang becak semakin meneguhkan eksistensi, jati diri sosok tukang becak. Namun keberuntungan si pengayuh roda tiga, mendapat persaingan dari becak motor sampai ojek. Ojekpun seperti kalah wibawa dengan gojek. Itulah kehidupan yang tidak hanya siap kerja, tetapi juga siap tanding. Kalah menang bukan ukuran. Semua sudah sesuai dengan takaran masing-masing.

Model kayuh kaki, melahirkan odong-odong. Memperkuat otot kaki, bisa dengan memanfaatkan temuan teknologi olahraga statis.

Kendati becak bukan masuk pilihan utama, namun keberadannya tak bisa dihapuskan dari muka bumi. Mereka tak butuh promo atau pencitraan. Mereka tak butuh tim propaganda yang hanya mewartakan kehebatan, prestasi yang sesungguhnya adalah kewajiban.

Abang, tukang becak tahu betul dengan kewajibannya. Kendati bukan pilihan rakyat. Asal kendil tidak ngguling, rumah tangga aman. Asal asap dapur masih ngepul, ekonomi harian berjalan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar