Hari
Ikan Nasional vs menu politik Jokowi plus/minus JK
Konon, Hari Ikan Nasional
diperingati pada 21 November, bertepatan dengan Hari Perikanan Dunia (World Fisheries Day). Hari dimaksud untuk
mengingatkan adanya tantangan pemanfaatan sumber daya ikan secara lestari sekaligus
harapan untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Di hari yang sama, seorang presiden
NKRI berujar atau tepatnya menyindir lawan politik dalam menyajikan menu
politik.
Konon, Jokowi disebut antek asing,
antek aseng, anti-Islam, antiulama sekaligus hamba tulen bangsa Cina maupun
kebangkitan PKI. Toj Jokowi sudah punya resep atau menu politik. Ramuan ajaib
revolusi mental, bisa mendatangkan hal pembiaran (biar), atau meraibkan kasus nasional (raib), serta merabikan
atau mengkawinkan unsur kiri dengan sebagai perpanjangan tangan cakar naga (rabi). Biaya politik Rp
dan non-Rp semangkin manggadaikan masa depan bangsa atau bentuk lain dari modus
riba. Termasuk membiakkan
utang luar negeri utawa menjual harga diri ke bangsa yang lebih kuat, kaya,
kuasa.
Tak perlu bukti pengadilan, pihak
atau komplotan perpoltikan yang memuja, memuji penguasa dan mendaulat untuk
lanjut ke periode terakhir, taka da hubungannya dengan rasa nasionalisme, jiwa
bela negara maupun nilai kepancasilaan.
Betapa daya juang nelayan Madura melacak
dan menguber ikan lokal yang “melarikan diri” sampai wilayah perairan
Australia. Malah terbalik, nelayan Madura menjadi obyek tangkapan pihak
berwajib pemerintah Australia, dengan tuduhan berlapis. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar