Halaman

Senin, 27 November 2017

dinamika akar rumput lokal, produk politik vs korban politik



dinamika akar rumput lokal, produk politik vs korban politik

Ibu Pertiwi tidak pernah mengeluh, apalagi melenguh, dengan kewajiban rutin sepanjang zaman menjadi tumpuan hidup bangsa dan rakyat Nusantara. Bahkan ketika penjajah bangsa asing mengeruk, mengeduk kandungan isi bumi secara berkelanjutan, tidak pernah protes.

Apapun tindak pikir, tindak ucap, tindak laku anak bangsa, putera-puteri asli daerah, dianggap sebagai kewajiban untuk menjadi ibu yang bijak. Tidak membedakan mana  rakyat yang melek-Pancasila dengan mana pejabat yang sok melek-Pancasila.

Kendati sebagai saksi hidup atas segala gonjang-ganjing politik, Ibu Pertiwi tetap setia menjaga anak asuhnya. Tanpa meminta imbalan jasa seperti yang dipraktikkan para petugas, pelaku, pemain, pelakon, penggila, pegiat atau sebutan lainnya di industri politik.

Akar rumput, lepas dari definisi menurut berbagai versi kamus, secara kondisional memang posisinya siap jadi “pijakan”, “injakan”, tumpuan semua makhluk di atas bumi Nusantara. Bisa menjadi sumber kehidupan bermasyarakat yang berdampak pada pola kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hukum keseimbangan menyebutkan bahwasanya barangsiapa dengan sengaja meninggalkan akar rumput, menuju kehidupan duniawi, dipastikan nilai-nilai kepancasilaannya akan luntur. Sehingga memerlukan udara segar. Asupan gizi dan nutrisi di udara bebas. Tak heran jika arus ideologi asing merasuki jiwa raganya.

Tak heran jika di periode 2014-2019, aroma irama politik yang ada di dunia, tampak nyata di permukaan Nusantara. Aneka warna ideologi menjadi kebesaran penguasa. Itu saja kawan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar