pahlawan
kesiangan vs pahlawan kesurupan
Ungkapan “Jer Basuki Mawa Beya” tegesé kanggo nggayuh
mimpi butuh pangorbanan. Wajar, marak modus asu rebutan balung atau berdebat hal yang
sepele tak ada yang mau mengalah. Terjadilah pasal adigang, adigung, adiguna, artinya merasa paling
kuat, merasa paling agung, merasa paling penting.
Contoh paling nyata dan masih
berlaku ada di panggung, industri, syahwat politik. Daya juang petugas partai
sesuai asas asu gedhé menang kerahé. Dimaksudkan adalah siapa yang mempunyai jabatan, pangkat, kekuasaan,
kekuatan, kekayaan tinggi, pasti lebih menang dalam berperkara.
Sejenak menyimak ajining diri dumunung
ana ing lathi, ajining raga ana ing busana. Nilai diri terletak di
mulut, tindak tutur, gaya ucap, sedangkan nilai fisik terletak pada pakaian,
busana maupun atribut kebesaran.
Mungkin, peribahasa bahasa Jawa yang
tak berlaku cuma becik ketitik ala ketara. Berbuat baik maupun buruk akhirnya
akan terlihat juga, begitu penjelasan sederhananya. Karena baik maupun buruk di
kamus dan bahasa politik tergantung suara terbanyak, aklamasi, mayoritas.
Kembali ke hakikat kanggo nggayuh mimpi
butuh pangorbanan.
Pertama, contoh lumrah banyak anak
bangsa di bawah umur bercita-cita jadi pesohor. Ikut seleksi calon penyanyi
sampai figuran film kolosal. Nilai pengobanan termasuk mengorbankan harga diri.
Klimaksnya, atau contoh nyata yang jadi tradisi ketika pesta demokrasi.
Mau jadi kepala negara, sah-sah saja
negara dikorbankan. Niat jadi kepala daerah, masuk akal kalau saling
mengorbankan pihak lain. Cita-cita jadi wakil rakyat terhormat, bermartabat. Pasal
rakyat dikorbankan, masuk kalkulasi politik. Tidak perlu disesali jika ternyata
tak terpilih.
Kedua, jika mimpi sudah tercapai, tergapai,
terwujud, ternyata malah masih butuh pengorbanan yang sebenarnya. Pengorbanan agar
tetap sampai garis finish. Tidak turun di tengah jalan. Tahan goncangan, gempa
politik yang tak pandang bulu. Aneka pengorbanan sebagai tanda rasa terima
kasih kepada pihak yang memberinya jabatan, kedudukan, kekuasaan, pangkat dan
wewenang.
Pengorbanan harus direkayasa secara
sistematis, akurat di periode pertama. Mencari taktik, strategi agar bisa
bersambung ke peridoe ke dua. Bagi yang sudah masuk di periode kedua atau
terakhir, baru berpikir agar pasca tidak jatuh pailit. Manfaatkan kesempatan
terakhir dengan segala daya, tenaga dan akal.
Jadi, . . . . . [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar