Halaman

Minggu, 13 April 2014

KRITERIA MEMILIH PARPOL ISLAM YANG PROSPEKTIF

Senin, 12/05/2003 09:02
KOBARKAN SEMANGAT "AA GYM" : KRITERIA MEMILIH PARPOL ...
KRITERIA MEMILIH PARPOL ISLAM YANG PROSPEKTIF
Menghadapi berbagai pilihan bukan berarti kita bisa mengambil kondisi dan fakta pilih yang paling menguntungkan, yang paling minim risikonya atau yang tidak membutuhkan persyaratan yang njlimet. Tetapi ketika akal sehat, logika atau dimensi rasional tidak bisa menjabarkan bagaimana menentukan pilihan maka faktor yang bersifat emosional, sentimental dan irasional bisa mengemuka. Masalah pilihan akan bias atau mengerucut bila dampak menjadi faktor pertimbangan utama. Opsi yang paling menguntungkan ternyata mendatangkan dampak negatif pasti si pemilih akan menyesal tak berkesudahan. Kalau dalam proses pernikahan menemukan kata "tak cocok lagi" (memangnya ukurannya sudah mulur ?) maka ybs akan memilih kata "cerai". Di sisi lawannya, karena berbasis sama maka berbagai pilihan menampilkan wajah "serupa tapi tak sama". Nyaris semua atribut, ekspresi dan semboyannya antara asli dan imitasinya sulit disidik perbedaannya.

KONDISI FAKTUAL
Bagaimana ummat Islam yang mayoritas secara kuantitas di NKRI ini menentukan pilihan dalam Pemilu 2004, apakah dalam memilih parpol yang berbau Islam hanya berdasarkan tradisi, panutan atau budaya tertentu. Berbagai pengalaman selama ini menyebabkan pilihan bersifat spekulatif sampai mengarah ke posisi netral. Kalau dalam 6 kali pemilu di era Orde Baru dalam menentukan pilihan kriterianya masih sederhana, terpola, terstruktur dan lebih terarah secara sistematis seolah tanpa alternatif. Babakan Reformasi membuktikan banyaknya petualang politik yang menganekaragamkan momentum menjadi batu loncatan untuk berkibar.

KONFLIK SIMBOLIS
Pelaku politik yang sudah berani tampil ke permukaan, berkat Reformasi, pada umumnya mempunyai karakter lebih ke arah urusan dunia, skala finansial dan stimulus fulus. Sewaktu Orba mereka dengan tekun antri di barisan., tidak ada kamus untuk saling mendahului. Ketika kran politik di buka deras, daripada antri belum tentu kebagian lebih praktis membuat barisan sendiri. Orang mendirikan parpol tak lepas dari ambisi pribadi dan kelompoknya. 48 parpol menyemarakkan pesta demokrasi 1999 sebagai bukti otentik persaingan meraih simbol-simbol dunia. Kondisi ini semakin menjadi-jadi menjelang Pemilu 2004. Mendengar pidato orang akan melihat apa yang dibicarakan ketimbang siapa pembicaranya. Di dunia politik, orang akan melihat program suatu parpol ketimbang siapa yang bercokol di pucuk pimpinan. Memahami paradigma ini menyebabkan banyak pelaku / petualang politik yang tampil dengan baju berbeda. Mulai dari tampil di ormas / orsospol, nongol di legislatif, mampir di legislatif serta bagaimana wajah dan ucapannya tertayang di media massa - celakanya parpol Islam tak luput dijadikan kendaraan politik. Orang yang semula berurusan dengan ummat lalu banting stir berparpol ria. Kondisi aktual konflik simbolis yang diperagakan oleh perseteruan antara Raja Comberan dan Ratu Selokan yang memperebutkan Hak Asasi Goyang Syahwat. Mau tak mau, suka tak suka malah membuktikan buruk rupa bukan cermin buram malah cermin tetangga diancam.

INDUSTRI POLITIK
Pendulum politik bergerak bebas dan seolah tak ada tujuannya. Ketika orang melihat bahwa berpolitik, semisal Gus Dur dan Mbak Mega bisa jadi RI-1 dengan mudah dan mulus, orang akan menarik garis lurus dan kesimpulan rumusan. Rumusannya tak jauh dari fungsi urusan dunia, skala finansial dan stimulus fulus. Korupsi yang bukan monopoli negara berkembang saja implikasinya pada politik uang bukan hal yang tabu dalam dunia parpol Indonesia. Koordinasi hanya bisa jalan jika strukturnya sewarna minimal sealiran.

DEMOKRATISASI KELUARGA
Dalam suatu keluarga yang mempunyai anak aktivis kampus wacana pilihan bisa dijadikan ajang komunikasi dalam keluarga. Senyampang karena usia anak belum mempunyai hak pilih, pendidikan akidah bisa diterapkan sejalan pendidikan politik. Melihat kondisi perpolitikan secara aktual dengan kaca mata agama. Bukan sekedar untuk melihat siapa yang benar, tetapi lebih ke arah yang esensial, yang menjadi menjadi jiwa. Asas bebas dan rahasia dalam hari pencoblosan jangan sampai jadi bumerang. Dampak pemilu ukurannya memang 5 (lima) tahun pertama dan tak selesai hanya dalam satu periode lima tahunan. Bisa bagaikan half life time surut dan susutnya. Orangtua harus mampu memberi pengantar / pengenalan parpol ke anaknya. Perkara dalam bilik pilihan memang sudah hak ybs. Heterogenitas parpol Islam jangan menjadikan ummat Islam terkotak-kotak secara struktural maupun kultural. Mengantisipasi hal ini semangat ukhuwah tetap bisa dijaga dalam sistem keluarga. Gemanya akan menauladani lingkungan sampai skala bangsa dan negara.

MENYIMAK RUMUSAN KRITERIA
Pelaku / petualang politik vs parpol berkuasa tak akan kehabisan akal, tak akan kering ide bagaimana agar masyarakat titik perhatiannya tetap terfokus. Peran media massa dalam memposisikan berita sedemikan jamak. Usulan calon presiden yang menjadi sasaran akhir Pemilku 2004 telah mencuat tanpa tedeng aling-aling. Terbaca adanya seorang capres yang sebenarnya dijadikan umpan politik digulirkan bebas ke tengah masyarakat. Dari parpol Islam tak kalah serunya, walau belum punya jago yang pantas dielus-elus. 

Kesalahan yang mendasar dari parpol Islam adalah dalam mengartikan gotong royong. Berat sama dijinjing, ringan sama dipikul bukan sekedar peribahasa. Suara ummat Islam bukannya disatukan melalui 1 - 2 parpol Islam, tetapi malah memberi ruang dengan banyaknya parpol Islam. Jelas parpol besar atau yang sedang berkuasa yang diuntungkan dengan banyaknya parpol Islam. Suara ummat Islam yang terpecah justru sebagai durian runtuh bagi kontestan lainnya. Sudah rahasia umum bahwa pandai mendirikan parpol tetapi tidak becus untuk mengurusnya. Perjuangan pengurus parpol berasaskan asal KUD alias Ketua Untung Duluan setelah itu baru merembes dan menetes ke bawah. Model sistem bancakan ramai-ramai bukan hal yang haram. Perlu diketahui bersama bahwa memperjuangkan Islam tidak harus melalui partai politik. Banyak jalan menuju ke Roma. Diperlukan kesadaran dini para pelaku/ petualang politik yang mendirikan parpol Islam bahwa usahanya bak menggali kuburannya sendiri. Bangsa ini jangan dikorbankan sia-sia. 

Berbagai kasus sering memojokkan dan menyudutkan Islam, agama Islam dan ummat Islam di kandangnya sendiri. Masalah disintegrasi oleh Gerakan Aceh Merdeka digebyah uyah sebagai radikalisme Islam. Pergolakan di daerah-daerah lain yang Islam dijadikan sasaran tembak tetapi berita yang diekspose, khususnya oleh media massa mancanegara, semakin memperpuruk dan memperburuk citra Islam. Proses kata hati untuk menentukan pilihan dalam Pemilu 2004 bak permainan sepak bola. Menit-menit terakhir bisa menentukan jalannya dan akhir permainan. Kemenangan bisa diraih pada menit bahkan detik-detik terakhir. "Serangan fajar" sebagai politik uang akan beraksi menjelang keberangkatan seseorang ke Bilik Suara. Rasa sungkan, rikuh, tak enak di hati sebagai momentum yang akan dimanfaatkan parpol atau botoh-botoh untuk menarik "simpati". Bahkan orang yang merasa dibesarkan oleh suatu parpol tentu tak akan seenak wudelnya untuk "menggigit tuannya" alias mbalelo.(hn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar