Halaman

Selasa, 01 April 2014

Karena Lidah, Keimanan Meningkat Atau Terpuruk?

 Ditulis : Herwin Nur,  31 Maret 2014 | 16:43


Beberapa nikmat Allah yang dapat kira rasakan di dunia, sebagai ketetapan Allah dalam 30 ayat pertama dari 78 ayat surat Ar Rahmaan (Yang Maha Pemurah). Fokus pada terjemahan [QS Ar Rahmaan (55) : 3 dan 4] : Dia menciptakan manusia.Mengajarnya pandai berbicara.” 
Seberapa jauh kita bisa memanfaatkan nikmat berbicara, seberapa banyak kita mampu menggunakan lidah untuk berkata dan berucap dalam koridor kemaslahatan umat manusia. Lidah bisa menjadi bumerang bagi kita, bisa menjema senjata makan tuan. Memang, lidah tak bertulang tetapi bisa lebih tajam daripada pedang. Luka akibat goresan pedang bisa diobati, luka akibat tusukan tajam membekas dalam hati. 
Rekam jejak manusia di dunia bisa ditentukan maupun dipengaruhi oleh pandai berbicara. Lidah secara fisik pun bisa menjadi saksi atas diri kita sendiri di pengadilan Allah. Kita simak makna [QS Qaaf (50) : 18] : Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” Serta [QS An Nuur(50) : 24] : pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” 
Memberi Peringatan
Apa korelasi, hubungan timbal balik antara pandai berbicara dengan keimanan. [QS Adz Dzaariyaat (51) : 55] : Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” Pokok hukum dalam surat ini adalah perintah berpaling dari orang-orang musyrik yang berkepala batu dan memberikan peringatan dan pengajaran kepada orang-orang mukmin. Memberikan peringatan dan pengajaran sebagai bentuk dari saling menasihati agar tetap mentaati kebenaran dan menetapi kesabaran. 
Dampak hidup bersama dalam ikatan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat acap diwarnai dengan konflik horizontal. Konflik semakin mendalam akibat dari kemungkaran (tidak sekedar tidak melaksanakan atau menuruti perintah Allah, tetapi bisa juga sekaligus melanggar larangan Allah) dari pihak yang secara formal dan hukum berkuasa. Kemungkaran bisa berwujud tindakan maupun ucapan. Kemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan kominikasi (TIK) tergantung penggunanya. Kemungkaran melalui TIK sangat berdaya guna dan berhasil guna untuk melakukan pembunuhan karakter sasaran secara sistematis, melakukan pencitraan diri atau bagian dari penyakit ‘ujub (bangga pada dirinya sendiri) serta sekaligus mengkebiri demokrasi. 
Tolok Ukur
Dari Abu Sa’id Al-Khudri rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika ia masih tidak mampu, maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim). 
Kita pasti tidak ada yang mau bertengger lama di posisi selemah-lemahnya iman, walaupun hati kita terkadang susah untuk memilih dan memilah kadar kemungkaran. Kita juga tidak sekedar main kata, bersilat lidah dalam menggunakan lidah.  Kita pun akan berfikir dua kali untuk berani mati, berjibaku melawan kemungkaran dengan tangan. 
Promotor dan provokator kemungkaran bukan orang sembarangan, bukan anak kemarin sore, mereka ahli di bidangnya, mempunyai berbagai fasilitas semacam TIK, media massa. Perubahan sebagai dalih dan alasan jitu untuk melegalkan kemungkaran. 
Menghadapi kemungkaran terdapat dua sikap di antara umat islam. Ada yang membiarkan begitu saja, berlaku masa bodoh asal tidak merugikan diri sendiri. Karena secara idiologi hanya beda baju berupaya menghindari gesekan. Atau mengganggap bukan pekerjaannya, takut  dianggap mencari penyakit. Ironisnya,  pelaku kemungkaran terkadang dari kalangan umat Islam sendiri, karena terikat dan terjebak oleh kondisi formal, oleh aturan main lokal.  
Ada yang menyikapinya dengan tindakan nyata dengan tangan, secara drastis, konfrontatif,  frontal, keras dan terkadang kelewat batas, sampai bertindak anarkis. Kemungkaran dilawan dengan kemungkaran. Memberantas kemungjkatan dengan kemungkaran. 
Umat Islam wajib mengatasi kemungkaran dengan berbekal ilmu, dilakukan dengan lemah lembut serta dilakukan penuh kesabaran agar hasilnya nyata [HaeN/Wasathon.com].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar