peolok-olok politik dan neo antimonotéis nusantara
Sejarah berulang. Anak cucu ideologis plus kroni,
kerabat, kawanan pencetus paham ‘nasakom’, mahir memproduk, menabur dan menebar
virus olok-olok
politik. Mengulang gaya politik Partai Komunis Indonesa (PKI) plus organisasi
kemasyarakatan, gemar membuat jargon dengan efek ganda. Pertama, promo atas
diri sendiri. Kedua, sebagai stigma
kepada lawan politik, kepada pihak beda pilhan, berseberangan.
Prestasi oknum petugas partai, ditentukan oleh skenario,
konspirasi segitiga sama-sama – sama rasa, sama rata – politik nusantara: siap
libas vs siaga lindas vs sigap tindas. Mentalitas terbina sedemikiannya,
sehingga tak segan pakai asas mégatéga. Tanpa pandang bulu gender. Tak pakai
mikir.
Apa yang diserap oleh daya otak minus hati, langsung
diolahgandakan. Umbar ujaran tulis apalagi ujaran lisan bebas norma. Sang penganut
justru mereka pemakan bangku sekolah. Umumnya generasi nusantara tidur malam. Bukan
bangun malam. Populasi tak jadi masalah. Pakai jurus ‘nila setitik’.
Mereka tersebar keblusuk sampai daerah 3T. Lanjut.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar