hidup membuat bukti masa depan vs hukum mencari bukti
masa lalu
Tak pakai dalil BST (banding, sanding, tanding). Pihak yang
berkepentingan sama-sama punya hak yang sama. Soal ada beda, tak jauh-jauh dari
pasal ikhwal beda kepentingan. Benang merah yang masih terlihat nyata dan
menjadi karakter jiwa bangsa adalah ambisi. Juara bertahan maupun kandidat
jawara, melegalkan segala pasal, akal maupun jurus jegal dan atau jagal.
Sejatinya, peta politik nusantara sudah sepakat utnuk
tidak sepakat. Kantong suara pesta demokrasi menjadi penentu biaya politik. Sumber
dana, pabrik uang, dukungan modal, tarif suara, asuransi politik, skema
pembiayaan tanpa uang muka dan sejenisnya menjadi faktor penentu.
Pola lama yang selalu teranyarkan. Mencapai tujuan
bersama. Dijabarkan dari hasil pilkada, pemilu legislatif dan terutama pilpres.
Siapa akan mendapat apa. Pihak mana kebagian apa. Tak kalah penting adalah
siapa saja yang akan jadi kambing hitam, siapa yang patut diduga layak dikorbankan
atau kapan ada pengorbanan massal.
Pergantian antar waktu berlaku juga di barisan pembantu
presiden. Kabinet 2014-2019 menyisakan bukti, balas jasa kepagian. Ditambal dengan
perombakan. Pemegang saham mayoritas pemerintah, tampak aman, nyaman, duduk
manis menunggu bel sekolah selesai. Atau guru mau rapat.
Penyakit masyarakat bisa dirumuskan. Konflik sosial bisa
dijabarkan secara seksama. Geliat politik menjadi biang pertama dan utama
sengketa. Penyakit politik belum ada payung dan atau landasan hukum.
Bencana politik serentak, sporadis bisa diimbangi, dikelabui,
dikamuflase, dimanipulasi, diformat dengan modus asuransi politik. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar