Halaman

Kamis, 06 Februari 2020

hidup membuat bukti masa depan vs hukum mencari bukti masa lalu


hidup membuat bukti masa depan vs hukum mencari bukti masa lalu

Tak pakai dalil BST (banding, sanding, tanding). Pihak yang berkepentingan sama-sama punya hak yang sama. Soal ada beda, tak jauh-jauh dari pasal ikhwal beda kepentingan. Benang merah yang masih terlihat nyata dan menjadi karakter jiwa bangsa adalah ambisi. Juara bertahan maupun kandidat jawara, melegalkan segala pasal, akal maupun jurus jegal dan atau jagal.

Sejatinya, peta politik nusantara sudah sepakat utnuk tidak sepakat. Kantong suara pesta demokrasi menjadi penentu biaya politik. Sumber dana, pabrik uang, dukungan modal, tarif suara, asuransi politik, skema pembiayaan tanpa uang muka dan sejenisnya menjadi faktor penentu.

Pola lama yang selalu teranyarkan. Mencapai tujuan bersama. Dijabarkan dari hasil pilkada, pemilu legislatif dan terutama pilpres. Siapa akan mendapat apa. Pihak mana kebagian apa. Tak kalah penting adalah siapa saja yang akan jadi kambing hitam, siapa yang patut diduga layak dikorbankan atau kapan ada pengorbanan massal.

Pergantian antar waktu berlaku juga di barisan pembantu presiden. Kabinet 2014-2019 menyisakan bukti, balas jasa kepagian. Ditambal dengan perombakan. Pemegang saham mayoritas pemerintah, tampak aman, nyaman, duduk manis menunggu bel sekolah selesai. Atau guru mau rapat.

Penyakit masyarakat bisa dirumuskan. Konflik sosial bisa dijabarkan secara seksama. Geliat politik menjadi biang pertama dan utama sengketa. Penyakit politik belum ada payung dan atau landasan hukum.

Bencana politik serentak, sporadis bisa diimbangi, dikelabui, dikamuflase, dimanipulasi, diformat dengan modus asuransi politik. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar