menteri vs minteri
Bisa beda
tipis. Bisa sebaliknya dan sangat kontradiksi. Bak siang dengan malam. Status statis
negara berkembang, membuat ekositem politik negara. Siapa pun bisa menjadi apa
pun.
Rakyat tak
perlu main tebak, jika capres mana yang terpilih. Rangkaian bagi-bagi kursi bak
proyek uji coba. Bukan saja pemborosan uang negara. Indikasi panda-pandai dan
pandai bisa dilihat dari 100 hari pertama.
Pangkas birokrasi
dari bawah, menjadi alasan formal bahwa birokrasi jalan di tempat. Lari-lari
kecil agar tak terliput pengawasan legislatif. Eksekutif menjadi model yang
gampang bongkar pasang. Pergantian antar waktu atau penyesuaian ukuran kursi.
Proyek nasional
pindah ibukota negara menjadi alasan utama menyorot kompetensi ASN. Cara sederhana,
yang terpangkas bisa ditinggalkan di tempat. Tidak perlu kekuatan penuh di
tempat anyar.
Markas besar
partai politik harus cari lokasi baru. Padahal 2024 akan menjadi tahun politik
terpanas sejak reformasi yang bergulir dari puncaknya, 21 Mei 1998. Peta karier
oknum parpolis sudah terbaca. Bisa model ala Jokowi, merintis dari walikota,
gubernur dan langsung jadi kepala negara.
Pengalaman sebagai
barisan pembantu presiden, tanpa catatan apapun, merasa siap menjadi kepala
negara. Apa kata dunia. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar