Halaman

Minggu, 09 Februari 2020

menteri vs minteri


menteri vs minteri

Bisa beda tipis. Bisa sebaliknya dan sangat kontradiksi. Bak siang dengan malam. Status statis negara berkembang, membuat ekositem politik negara. Siapa pun bisa menjadi apa pun.

Rakyat tak perlu main tebak, jika capres mana yang terpilih. Rangkaian bagi-bagi kursi bak proyek uji coba. Bukan saja pemborosan uang negara. Indikasi panda-pandai dan pandai bisa dilihat dari 100 hari pertama.

Pangkas birokrasi dari bawah, menjadi alasan formal bahwa birokrasi jalan di tempat. Lari-lari kecil agar tak terliput pengawasan legislatif. Eksekutif menjadi model yang gampang bongkar pasang. Pergantian antar waktu atau penyesuaian ukuran kursi.

Proyek nasional pindah ibukota negara menjadi alasan utama menyorot kompetensi ASN. Cara sederhana, yang terpangkas bisa ditinggalkan di tempat. Tidak perlu kekuatan penuh di tempat anyar.

Markas besar partai politik harus cari lokasi baru. Padahal 2024 akan menjadi tahun politik terpanas sejak reformasi yang bergulir dari puncaknya, 21 Mei 1998. Peta karier oknum parpolis sudah terbaca. Bisa model ala Jokowi, merintis dari walikota, gubernur dan langsung jadi kepala negara.

Pengalaman sebagai barisan pembantu presiden, tanpa catatan apapun, merasa siap menjadi kepala negara. Apa kata dunia. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar