Aksi Rundung, Bukti Ketimpangan Jiwa
Religi Anak Bangsa
Praktik
perundungan aneka versi di dunia pendidikan. Dianggap dan dinilai masih sesuai
ambang wajar. Skala luas, bangsa ini dibebani efek domino, efek karambol, afek
berantai olok-olok politik. Asal tidak menyinggung martabat kepala negara,
pihak berwajib, berwenang pilih sikap diam.
Akar
permasalahan modus perundungan, bukan sekedar faktor ajar di keluarga. Faktor panutan
di masyarakat bahkan negara, menjadi penentu budaya perundungan. Seolah menjadi
satu paket besar berisikan tawuran, plonco, maupun bullying. Persaingan berebut kursi atau bangku sekolah
demi masa depan, menuntut anak didik siap saling libas.
Pendekatan
apapun tetap tak manjur. Norma kehidupan kian tawar. Ikatan sosial di
lingkungan tempat tinggal sekedar basa-basi. Waktu dan jarak tempuh sampai
sekolah, membutuhkan energi tak sedikit. Suasana sekolah, interaksi guru – anak
didik plus orang tua, ditentukan pasal kehidupan dunia. Target kelulusam
menentukan prestise sekolah.
Sekolah
unggulan pun tak akan lepas dari praktik perundungan atau versi lain yang danggap
sebagai konsekuensi logis. Malah dianggap sebagai nilai jual sekolah. Dunia pendidikan
didaulat sebagai panggung laga bebas. Terjadi seleksi alami berbasis hukum
rimba. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar