Halaman

Minggu, 21 September 2014

Mencari Format Tampilan Generasi Islam Di Industri Politik

Mencari Format Tampilan Generasi Islam Di Industri Politik


Satunya Kata Dengan Tindakan
Menarik kita simak analisa Pengamat Perilaku, pada acara TVone Jumat, 19 September 2014 sore, yang merespon Rakernas IV PDIP di Semarang, Jawa Tengah. Salah satu sosok yang disorot adalah Ketua DPP PDIP, yang kebetulan anak kandung Ketum PDIP, saat memberikan sambutan pembuka.

Nada dan suara pidato Puan  datar, komentar pertama yang disampaikan sang Pengamat. Artinya, tanpa emosi, hambar dan tidak ada penekanan pada substansi yang penting. Bahkan, cara jalan pun jadi bahan bicara sang Pengamat. Jalannya Puan saat menuju mimbar, tidak menunjukkan keakuan sebagai parpol besar, pemenang pemilu, komentar kedua yang diutarakan sang Pengamat sambil merenung. Komentar ketiga, atau terakhir, sang Pengamat sambil geleng kepala bilang, Puan diwawancarai tentang peluang jadi Ketua DPR terjegal UU MD3. Jawaban Puan tidak menyangkut substansi. Bahkan peluang jadi menteri di kabinet, tidak direspon secara substansial.

Padahal semua rakyat sadar politik, bahwa ilmu dan kadar politik Puan berkat di bawah asuhan, didikan maupun praktek langsung oleh mantan Wakil Presiden RI ke-8 sekaligus mantan Presiden RI ke-5. Bayangkan, jika individu generasi muda Islam, yang bukan siapa-siapa, bukan anak siapa-siapa, bukan dan tidak mempunyai keturunan darah politik, tidak punya akses publikasi media masa, tidak punya modal politik, jangan-jangan bisa tumpas sebelum tunas. Layu sebelum melaju. Tumbang sebelum maju ke gelanggang.

Generasi muda Islam optimis untuk terjun ke industri politik secara total, dari hulu sampai hilir. Bukan sebagai penggembira, bukan sebagai pelengkap penderita, bukan sebagai pembeli produk partai politik. Karena umat Islam pada umumnya mempunyai paket reliji, yaitu antara pikiran, ucapan dan tindakan dikemas dalam satu sistem kesatuan. Al-Qur’an dan Sunnah Rasul sudah menyuratkan serta menyuratkan adab berjalan, berbicara, dsb.

Paket Reliji
Bahkan cara berjalan berkorelasi dengan cara bicara, telah digariskan [QS Luqman (31) : 19] :Dan sederhanalah kamu dalam berjalan[*] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”

[*] Maksudnya: ketika kamu berjalan, janganlah terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat.

Batasan ‘janganlah terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat’ sebagai adab berjalan atau mencontoh cara Rasulullah saw berjalan. Dalam strata tertentu bisa bersifat universal. Bisa juga dirumuskan berdasarkan berbagai aspek ilmu pengetahuan maupun adat istiadat.

Acara, atraksi, adegan berbasis dialog, diskusi dan debat yang menjadi andalan media penyiaran tv, bukannya tanpa dampak bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa politik generasi muda Islam. Kontaminasi akibat secara tak sadar mengidolakan cara bicara artis, selebiris atau politisi sipil saat diwawancarai wartawan tv. Gaya bicara memang berkaitan erat dengan kualitas diri. Tak salah pendapat orang jika IQ seseorang bisa dilacak dari gaya bicaranya. ESQ tercermin pada cara berbicara dan cara bertindak.

Kemenangan partai politik dalam pesta demokrasi diukur dari peroleh suara sah dari pemilih. Di industri politik masih berlaku faham/dogma yaitu siapa yang banyak bicara, yang mahir mengolah dan mempermainkan kata, yang pandai berucap dan bercuap, yang pakar silat lidah, yang ahli berdebat, akan unggul. Yang nampak bekerja seolah peduli nasib bangsa. Modal utama menjadi pekerja politik adalah modal mulut.

Keutamaan orang yang meninggalkan berdebat walaupun dia benar, sebagai -mana sabda Rasulullah saw : “Aku adalah pemimpin pada sebuah tempat di surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia benar” (HR Bukhari).


Bukan berarti generasi muda Islam memilih gerakan tutup mulut [HaeN].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar