wong owah arep ngowahi negoro
Kasus kejadian
perkara dan peristiwa berlomba melawan pengkabaran, pemberitaan, pewartaan. Mana
urusan tata negara dengan mana urusan kelompok kepentingan, terintegrasi secara
masif, nyata, terukur.
Karena hanya rumusan saja yang tersurat di
Preambule UUD NRI 1945. Maka, pertama, pewaris noto negoro merasa tak ada
Pancasila. Kedua, tidak ada sanksi moral kalau tak pakai sila-sila. Lebih gaya
modis pakai asas nasakom teranyarkan. Merasa sejajar dengan bangsa besar
penduduk tapi minim ajaran politik. Minus daya religiusitas.
Setiap ada pemilihan umum, rakyat berharap ada
wajah baru, sosok anyar. Irinos binti miris, pasca wakil rakyat, kepala daerah
bahkan kepala negara ucap sumpah/janji, langsung rakyat berharap momen ini
sebagai kesempatan terakhir bagi ybs.
Sejarah
bergulir selaju pergantian waktu. Jalan pintas masih menjadi andalan, pilihan
utama manusia politik nusantara.
Modal tak percaya pada diri sendiri. Model low politics sebagai nilai
jual berhiba-hiba. Bukan satria piningit yang merasa mendapat wahyu. Tapi sifat
kestarianya melorot demi tujuan berpolitik. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar