manusia nusantara, hasil oplosan silang antar etnis
Bincang, bicara soal etnis, tidak akan lepas dari pasal SARA. Makanya, sarapan menjadi wajib dalam pedoman gizi seimbang keluaran kementerian kesehatan. Lain halnya dengan ujaran BPIP, saradan atau kebiasaan hidup sehat dengan pola meja makan sesuai sila-sila daripada dasar negara multipartai. Agar jangan hidup sengsara, maka daripada itu rakyat tapak tanah, wong cilik disarankan ikut partai politik pro-rakyat. Muncul lima tahun sekali.
Pètungan njawani perlu, memang ramalan nasib dengan cara menghitung hari pasaran seseorang. Bagus untuk menentukan nomor pilihan orang pada pesta demokrasi. Jangan sampai terjebak slogan arogan dari penguasa bak janji politik, biasanya gegedhèn alias kebesaran, terlalu besar. Kendati kenakan busana kebesaran, isi belum tentu “besar”. Obral obrol janji mirip sarana mistik untuk memengaruhi pihak lain.
Salah ber-sara bisa berkahir di pusara. Minimal dapat stigma abnormal alias agak sedang terganggu sarafnya. Jika tidak mau dengar saran pihak berkepentingan. Langsung jadi sasaran gebuk di tempat. Aksi diri lewat dinding bisa berakhir bak arwah penasaran. Model diskusi, saraséhan, tukar panemu, adu saran, bentuk dasar asas mufakat utnuk tidak mufakat. Yèn wis saras. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar