pangkas rambut kelas rakyat
Era multipartai masih bisa kita saksikan
profesi tukang cukur rambut keliling. Tidak tahu pasti, ada yang sudah modal alat cukur listrlk. Populasi
masih kalah dengan penjahit keliling bersepeda.
Rakyat zaman Orde Lama sudah akrab dengan tukang
cukur “DPR” (di bawah pohon rindang), di trotoar. Tak terkecuali di DKI. Deretan “DPR” sebelum pedagang kaki lima
eksis.
Anjuran protokol kebugaran agar pangkas rambut cukup di satu
tangan. Jangan gonta-ganti. Sudah hafal kepala kita. Itu yang kulakukan. Pelanggan
sudah akrab dengan abang tukang cukur. Tarif
non-AC.
Kendati tahu si pemangkas datang bakda azhar. Mandi sinar
matahari ideal pkl 10 s.d 14. Butuh waktu jalan cepat 28 menit ke lokasi. Bakda dzuhur. Ada kolega si pemangkas sibuk selesaikan
bekal maksi. Si pemangkas tidur
siang, malam selaku tukang pijat. Sedikit arahan terjadilah alih tugas.
Belum selesai
acara utama, nongol pemuda tanpa
baju. Punggung bekas kerokan. Langsung tanya status si pemangkas. Jawaban sudah
bisa diduga pemirsa. Waktu pangkas lebih cepat ketimbang jalan kaki.
Ukuran 4 cukur rata, tidak dikerik. Plus bonus dipijat. Pasca bayar, segera si pemuda penyakitan
tadi, duduk. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar